Pembangkit
Listrik Tenaga Air (PLTA) : Alternatif Energi Masa Depan Indonesia
Sejalan dengan
pertumbuhan infrastruktur dan ekonomi, kebutuhan energi listrik Indonesia pada
tahun 2020 diperkirakan akan meningkat dengan pesat hingga mencapai tiga
kali lipat. Selain itu, pembangkit listrik yang digunakan Indonesia saat ini
untuk memenuhi kebutuhan energi listriknya, sebagian besar juga merupakan
pembangkit listrik yang berbahan bakar fosil, seperti minyak bumi, gas alam,
dan batubara. Apabila Indonesia terus bergantung dengan sumber energi ini,
tentu saja hal ini bukan pilihan yang bijaksana karena hanya akan menimbulkan
permasalahan dikemudian hari akibat persediaan bahan bakarnya di dunia yang
terbatas.
Seperti yang
ditunjukkan oleh gambar 1, persediaan bahan bakar fosil di dunia ini adalah
terbatas. Cadangan sumber energi yang berasal dari fosil diperkirakan hanya
akan bertahan sampai 40 tahun untuk minyak bumi, 60 tahun untuk gas alam, dan
200 tahun untuk batu bara. Kondisi keterbatasan sumber energi di tengah semakin
meningkatnya kebutuhan energi dunia dari tahun ketahun, serta tuntutan untuk
melindungi bumi dari pemanasan global/polusi lingkungan menjadikan tantangan
buat Indonesia untuk segera menguasai teknologi baru sumber energi yang
terbarukan.
Di antara sumber
energi alternatif yang tersedia saat ini yang banyak dikembangkan di dunia
(seperti tenaga nuklir, angin, air, gelombang air laut, surya, tenaga
panas bumi, tenaga hidrogen, dan bio-energi), pembangkit listrik tenaga air
(PLTA) adalah salah satu pembangkit listrik yang dapat dikembangkan di
Indonesia untuk skala mikro dan mini untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah
terpencil.
Pada artikel ini akan
dibahas sekilas tentang perkembangan pembangkit listrik tenaga air, kelebihan
dan kekurangan jika dibandingkan dengan pembangkin listrik non-fosil lainnya,
beserta prinsip dan cara kerja PLTA dengan bahasa yang sederhana.
PERKEMBANGAN DAN
POTENSI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR (PLTA)
PLTA telah
berkontribusi banyak bagi pembangunan kesejahteraan manusia sejak beberapa
puluh abad yang lalu. Yunani tercatat sebagai negara pertama yang memanfaatkan
tenaga air untuk memenuhi kebutuhan energi listriknya. Pada akhir tahun 1999,
tenaga air yang sudah berhasil dimanfaatkan di dunia adalah sebesar 2650 TWh,
atau sebesar 19 % energi listrik yang terpasang di dunia.
Indonesia mempunyai
potensi pembangkit listrik tenaga air (PLTA) sebesar 70.000 mega watt (MW).
Potensi ini baru dimanfaatkan sekitar 6 persen atau 3.529 MW atau 14,2 % dari
jumlah energi pembangkitan PT PLN.
KELEBIHAN DAN
KEKURANGAN PLTA
Ada beberapa
keunggulan dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang dapat dirangkum
secara garis besar sebagai berikut :
- Respon pembangkit listrik yang
cepat dalam menyesuaikan kebutuhan beban. Sehingga pembangkit listrik ini
sangat cocok digunakan sebagai pembangkit listrik tipe peak untuk
kondisi beban puncak maupun saat terjadi gangguan di jaringan.
- Kapasitas daya keluaran PLTA
relatif besar dibandingkan dengan pembangkit energi terbarukan
lainnya dan teknologinya bisa dikuasai dengan baik oleh Indonesia.
- PLTA umumnya memiliki umur
yang panjang, yaitu 50-100 tahun.
- Bendungan yang digunakan
biasanya dapat sekaligus digunakan untuk kegiatan lain, seperti irigasi
atau sebagai cadangan air dan pariwisata.
- Bebas emisi karbon yang tentu
saja merupakan kontribusi berharga bagi lingkungan.
Selain keunggulan
yang telah disebutkan diatas, ada juga dampak negatif dari pembangunan PLTA
pada lingkungan, yaitu mengganggu keseimbangan ekosistem sungai/danau akibat
dibangunnya bendungan, pembangunan bendungannya juga memakan biaya dan waktu
yang lama. Disamping itu, terkadang kerusakan pada bendungan dapat menyebabkan
resiko kecelakaan dan kerugian yang sangat besar.
PRINSIP DASAR DAN
CARA PEMANFAATAN PLTA
Prinsip
dasar pemanfaatan sumber energi tenaga air ini adalah dengan (i)
mengandalkan jumlah debit air dan (ii) dengan memanfaatkan ketinggian jatuhnya
air.
Berdasarkan
konstruksinya, ada dua cara pemanfaatan tenaga air untuk pembangkit
listrik: (a) memanfaatkan aliran air sungai tanpa membangun bendungan
dan reservoir atau yang sering disebut dengan Run-of-river Hydropower ;
(b) membangun bendungan dan membuat reservoir untuk mengalirkan air ke turbin.
Secara
umum cara kerja PLTA adalah dengan memanfaatkan energi dari aliran air dalam
jumlah debit tertentu dari sumber air (sungai, danau, atau waduk) melalui intake,
kemudian dengan menggunakan pipa pembawa (headrace) air
diarahkan menuju turbin. Beberapa PLTA biasanya menggunakan pipa
pesat (penstock) sebelum dialirkan menuju turbin/kincir air, dengan
tujuan meningkatkan energi dalam air dengan memanfaatkan gravitasi dan
mempertahankan tekanan air jatuh.
Turbin yang tertabrak
air akan memutar generator dalam kecepatan tertentu, sehingga terjadilah proses
konversi energi dari gerak ke listrik. Sementara air yang tadi digunakan untuk
memutar turbin dikembalikan ke alirannya. Energi listrik yang dibangkitkan
dapat digunakan secara langsung, disimpan dalam baterai ataupun digunakan untuk
memperbaiki kualitas listrik pada jaringan.
MENGHITUNG JUMLAH
ENERGI YANG DI KONVERSIKAN KE LISTRIK
Jumlah daya listrik
yang dapat dibangkitkan pada suatu pusat pembangkit listrik tenaga air
tergantung pada besarnya potensial energi air pada ketinggian (h) dimana air
jatuh dan laju aliran airnya perluas penampang kanal air perdetiknya.
Daya teoritis kasar (P kW) yang tersedia dapat ditulis sebagai berikut:
Daya yang tersedia
ini kemudian akan diubah menggunakan turbin air menjadi daya mekanik. Karena
turbin dan peralatan elektro-mekanis lainnya memiliki efisiensi yang berkisar
85% hingga 90%, daya listrik yang dibangkitkan akan lebih kecil dari energi
kasar yang tersedia.
Edited by : dinda f
Tidak ada komentar:
Posting Komentar